Saat bos Gojek, Nadiem Makarim, ditunjuk sebagai Mendikbud banyak celetukan: nanti bayar SPP-nya pakai Gopay, belajarnya pakai Gostudy dst. Ternyata celetukan itu hari ini menjadi kenyataan. Tidak perlu melalui sebuah Kepmen yang harus beliau tanda tangani namun cukup melalui wabah virus corona (maaf!). Sebagai seorang muslim saya menyebutnya: ini adalah sebuah hikmah.
Berkaitan dengan wabah corona Presiden sudah menginstruksikan sekolah diliburkan dan siswa belajar di rumah secara online. Otomatis guru pun harus mengajar dan memberikan tugas-tugas belajar secara online. Disinilah mau tak mau guru harus faham dengan seluk beluk e-learning dan terampil menggunakan peralatan IT.
Sebenarnya sejak digaungkan Revolusi Industri 4.0 sistem belajar secara online itu harus sudah dilaksanakan. Satu alasan utamanya adalah agar jangan tertinggal dengan luar negeri. Teknologi yang diperlukan untuk mendukung pun, seperti perangkat komputer dan jaringan internet, juga sudah tersedia.
Namun ternyata baru sedikit guru yang memanfaatkan cara belajar secara online ini. Alasannya pun klasik: guru banyak dibebani pekerjaaan administrtif sehingga kekurangan waktu untuk belajar IT. Disamping itu banyak guru yang menganggap mengajarkan materi yang ada di buku paket saja sudah cukup merepotkan. Apalagi harus ditambah mengajar menggunakan teknologi IT.
Belajar mengajar secara online sesungguhnya sangat mengasyikkan. Saya sudah mempraktekannya, meski terlambat, yaitu sejak bertugas mengajar matematika kelas X tahun pelajaran 2019/2020 ini. Banyak konten di internet yang bisa dimanfaatkan, misalnya: bahan ajar di Google, Youtube, video lifestreaming, hingga situs-situs belajar online.
Guru harus bisa memposisikan dirinya dengan baik saat membimbing siswa belajar secara online. Guru harus mempersiapkan situs apa saja yang harus dibuka oleh siswa. Untuk bidang studi matematika seperti yang saya ajarkan, harus dilihat tingkat kesulitannya dan disesuaikan dengan kemampuan siswa. Misalnya, materi pembelajaran persamaan kuadrat untuk tingkat SMP tentu berbeda dengan tingkat SMA.
Untuk pelajaran geografi, misalkan saat membahas benua Eropa, guru bisa memberi tugas siswa secara berbeda. Ada yang diberi tugas membuat makalah tentang negara Belanda, Jerman, Italy, Perancis dsb. Sekaligus siswa ditugaskan membuat contoh soal. Dari kumpulan makalah dan contoh soal ini, guru sudah seperti menerangkan benua Eropa secara keseluruhan.
Tibalah saatnya guru menguji siswa melalui kumpulan soal tadi. Gunakanlah Google Form yang mana siswa bisa mengerjakannya secara mandiri sekaligus mengetahui perolehan nilainya. Intinya, guru nampak menguasai materi, padahal sangat dibantu oleh sarana IT yang tersedia.
Tidak Dibatasi Ruang dan Waktu
Kelebihan belajar secara online adalah tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Siswa bisa belajar dimana saja: di kamarnya, di ruang tamu rumahnya, atau di taman kota. Belajar juga tidak dibatasi oleh waktu, bisa pagi siang sore tengah malam, asalkan menyerahkan tugas sebelum tenggat waktu. Kendalanya biasanya hanyalah ketiadaan kuota internet.
Bukankah ini sangat menarik? Siswa bahkan bisa belajar sambil makan bakso atau cukup ditemanin camilan. Kejujuran siswa dalam mengerjakan tugas sekaligus diuji karena tidak ditunggui guru. Namun guru bisa mengulang ujiannya saat tatap muka langsung. Dengan demikian nilai yang diperoleh siswa saat belajar mandiri secara online dan saat tatap muka langsung dapat diperbandingkan.
Kedalaman Materi
Belajar secara online juga akan mendapatkan kedalaman materi yang lebih. Misalnya, penyelesaian persamaan kuadrat ada 3 cara. Guru dapat memberi tugas belajar dan contoh soal dalam 3 sesi. Pagi hari disampaikan cara pertama, yaitu dengan cara pemfaktoran, disertai mengerjakan tugas 5 soal.
Siang harinya disampaikan cara kedua yaitu kuadrat sempurna disertai tugas 5 soal. Sore hari cara ketiga yaitu rumus abc juga dengan tugas 5 soal. Bandingkan dengan jika disampaikan secara tatap muka. Siswa harus konsentrasi penuh selama 3 jam pelajaran melahap ke-3 cara diatas. Boleh jadi siswa akan kebingungan, kecuali yang cukup cerdas.
Jangan Kalah dari Siswa
Tidak dapat dipungkiri dengan dimilikinya gadget oleh setiap siswa dan ketersediaan jaringan internet maka boleh dikata segala informasi sudah ada di genggaman mereka. Sedangkan seorang guru yang karena usia lanjut akhirnya jadi kudet (kurang update) boleh jadi pengetahuannya tidak berubah dari tahun ke tahun.
Hal ini tidak boleh dibiarkan. Dari sisi informasi bolehlah seorang guru tertinggal dari siswanya. Namun ia harus bisa mengambil sisi lainnya. Misalnya seorang guru sejarah yang hendak menerangkan Perang Diponegoro (1825-1830). Tentang kisahnya sangat mudah didapat di berbagai situs.
Cobalah menggali sisi lain yang jarang diungkap, misal: mengapa Pangeran Diponegoro mengobarkan peperangan terhadap Belanda? Mengapa pakaian kebesaran beliau adalah jubah dan sorban, bukan busana raja-raja keraton? Ini tentu menggugah minat siswa untuk mendalaminya.
Penutup
Cara belajar secara online harus sudah dimanfaatkan oleh guru dan siswa mengingat manfaatnya yang sangat besar dalam proses belajar mengajar. Namun sistem persekolahan yang selama ini sudah dijalankan tetap harus dilaksanakan karena tujuan pendidikan bukan sekedar menjejalkan pengetahuan kepada anak didik.
Undang-Undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab“.
Pendidikan yang diberikan kepada siswa haruslah juga mampu membentuk karakter positif dan menanamkan nilai-nilai ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Untuk itu guru harus selalu mengajarkannya sekaligus menjadikan dirinya sebagai teladan dan panutan bagi anak didik.