Dalam berbagai pelatihan sering dikenalkan “10 Karakter Positif” sebagai modal kehidupan sehari-hari, yaitu: 1. Jujur, 2. Disipin tinggi, 3. Ramah (friendly), 4. Dukungan pendamping, 5. Kerja keras, 6. Mencintai pekerjaan, 7. Kepemimpinan yang kuat, 8. Kompetitif, 9. Teratur, 10. Kreatif dan komunikatif.

 

Mudah difahami mengapa “10 Karakter Positif” tersebut menjadi modal kehidupan dan modal pergaulan, tidak lain karena kesemuanya adalah fitrah manusia. Disamping itu “10 Karakter Positif” tersebut saling berkaitan karena, misalnya: seseorang yang ingin berlaku jujur, haruslah mau bekerja keras. Penjabarannya menjadi 10 tak lain agar mudah dalam mengajarkannya.

 

Saya akan ceritakan pengalaman saat mengunjungi negeri jiran Malaysia akhir bulan September 2019 kemarin. Selama di Johor Bahru, tepatnya di Skudai, saya tinggal di sebuah homestay. Ternyata minat wisatawan menggunakan homestay ini lebih tinggi dibanding hotel, terlihat dari sulitnya mendapatkan homestay yang kosong. Kalau hotel cukup mudah didapat, biasanya memiliki 20-30 kamar.

 

Dimulai dari searching homestay di mediasosial, kemudian kontak dengan pemiliknya tentang segala sesuatu: jumlah kamar, kondisi bangunan, fasilitas, harga sewa dll. Ternyata dari 4 hari penggunaan yang saya minta, hanya tersedia 3 hari karena yang sehari sudah dipesan orang lain. Jadilah saya cukupkan dengan menginap sehari di hotel. Hikmahnya, saya dapat membandingkan tinggal di hotel dan homestay.

 

Dari segi harga, dengan kualitas hampir sama, yaitu hotel melati dan homestay, bisa dikatakan hampir sama. Sewa hotel adalah RM 85 per kamar, sedangkan homestay yang saya sewa memiliki 3 kamar dengan harga RM 200. Kebetulan rombongan kami memerlukan 3 kamar, jadi menghemat RM 55 setiap harinya. Letaknya di tengah perkampungan sehingga saya dengan mudah dapat melaksanakan shalat berjamaah di masjid setempat. Jangan samakan dengan di Indonesia yang setiap 5-6 rumah berdiri sebuah musholla meskipun kecil. Di Malaysia jarak antar surau bisa 1 km, masjid bisa 2-3 km.

 

Saya memasuki homestay tanpa sambutan pemiliknya. Kami cukup berjanji lewat kontak handphone. Setelah membuka gerbang maka yang pertama dicari adalah kunci rumah. Dimanakah tuan rumah menyimpannya? Oh, ternyata dibalik deretan pot bunga. Jadilah saya melenggang memasuki homestay tanpa ketuk-ketuk pintu dan disambut tuan rumah. Ini menjadi pengalaman menarik bagi saya.

 

Saat memasuki homestay saya cukup kagum karena segalanya tertata rapi. Kunci rumah yang sekaligus berfungsi sebagai saklar aliran listrik sehingga saat meninggalkan rumah, otomatis semua kontak listrik terputus. Di depan adalah ruang tamu yang cukup bersih, tersedia kipas angin, AC. Benar-benar terlayani privasi kita, misalnya kita hendak menerima tamu-tamu yang sebelumnya memang sudah ada janji. Berbeda dengan di hotel yang ruang tamunya digunakan bersama penyewa kamar lainnya.

 

Ada ruang tengah yang berfungsi untuk membuka seluruh kopor kita. Pergi berombongan dengan tugas mengadakan pelatihan tentu membawa barang-barang cukup banyak. Disamping perlengkapan pribadi seperti baju dan minuman/kueh, ada lagi keperluan bersama, yaitu peralatan dan bahan-bahan pengajaran. Tak mungkin dimasukkan kamar masing-masing karena akan mengurangi kenyamanan tidur. Televisi layar lebar dengan layanan TV kabel juga tersedia.

 

Oh ya, tidur saya kemarin nyaman lho. Ranjangnya luas, bersih, bantal, guling, selimut lengkap. Ada juga lemari pakaian yang didalamnya ada handuk bersih, mukena, sarung, sajadah dan gantungan baju. Kamar mandinya kecil, berukuran 1×2 meter, namun tersedia pemanas air, sabun mandi, sikat gigi dan odol.

 

Di bagian dapur tersedia peralatan lengkap untuk memasak, seperti: panci, penggorengan, kompor gas, oven, toaster, microwave, dispenser, ricecooker dan kulkas. Tentu saja piring, sendok dan garpu juga tersedia. Bahkan ada beras 1 kg, gula putih, minyak goreng dan bumbu dapur. Ada lagi meja makan yang diatasnya tersedia kopi sachet sekitar 10 bungkus, margarin, meses, kecap, saus dan sambal.

 

Anggap seperti di rumah sendiri, itulah semboyannya. Maka saya pun mencuci baju-baju kotor karena pemilik homestay juga menyediakan mesin cuci otomatis dan sabun cucinya. Setelah dicuci dan langsung dikeringkan, terus disetrika. Jadi dijamin tidak ada baju kotor dibawa kemana-mana, juga tak perlu bawa persediaan baju banyak, cukup 2-3 stel. Sangat membantu bagi kita yang dari Indonesia karena di Malaysia untuk sekedar membeli garam haruslah ke supermarket. Jadi bisa dibayangkan jika sudah disediakan mesin cuci namun tidak tersedia sabun cuci.

Setelah sehari menginap di hotel dan 3 hari di homestay, rombongan kami meninggalkan Johor Bahru menuju Malaka, Negeri Sembilan dan Selangor. Saya cukup memberitahukan kepada pemilik homestay bahwa saya akan check-out dan kunci rumah kembali saya simpan di tempat semula. Homestay saya tinggalkan dalam keadaan bersih kembali, saya sapu lantainya dan sampah-sampah ada di tempat yang sudah disediakan. Ranjang dirapikan lagi, hanya saja tidak dicuci selimut dan sarung bantalnya karena memang bukan kewajiban pemakai.

 

Pengalaman tinggal di homestay ini menunjukkan betapa pentingnya pengetahuan tata pergaulan internasional. Sekedar antara Indonesia dan Malaysia pun telah ada perbedaan budaya, terlebih yang beda benua seperti di Eropa, Amerika. Sangat penting adalah memiliki karakter positif, dimulai dari yang pertama yaitu: kejujuran. Jika penghuninya tidak jujur, bisa saja ia membawa kabur piring, gelas, handuk atau setrika. Namun keberadaan kontak kita yang sudah dipegang oleh pemilik homestay akan memudahkan pelacakan. Apalagi yang melengkapi homestaynya dengan CCTV, teras rumah kotor pun akan teramati.

 

Keinginan untuk bertindak tidak jujur juga harus kita kikis karena akan merugikan diri sendiri. Di era media sosial ini jejak digital kita ada dimana-mana dan sangat mudah dilacak. Apabila menggunakan cermin hati nurani, untuk apa juga harus mengambil barang-barang yang ada di homestay itu yang mana bukan hak penyewa. Barang-barangnya bukan barang baru dan akan membuat kita berurusan dengan penegak hukum, di negeri orang lain pula.

 

Tinggal di homestay membuat kita serasa di rumah sendiri. Mencuci baju sendiri, memasak sendiri, ke pasar, ke supermarket, ke surau, sedikit basa-basi dengan tetangga. Bedanya kita juga mengunjungi tempat-tempat wisata dan keperluan bisnis atau pengajaran/pelatihan. Hanya saja kita perlu searching jauh-jauh hari dan pandai-pandai memilih homestay. Bukan saja untuk menyesuaikan budget, namun agar mendapat lokasi yang strategis dan kondisi rumah seperti yang kita inginkan.

 

Sekali lagi pentingnya memiliki “10 Karakter Positif” yang akan menjadi tiket kehidupan kita, tiket bergaul dengan orang lain, termasuk bepergian ke luar negeri. Dengan uang yang cukup banyak kita bisa saja tinggal di hotel berbintang, makan di restoran mewah, bersantai-santai di kamar hotel dan berenang di kolam renang hotel. Semuanya cukup dibayar dengan segepok uang, sekarang dengan menggesek kartu, tanpa harus berfikir lagi tentang merapikan kamar hotel, mencuci baju, memasak, berbelanja kebutuhan rutin dll. Tinggal panggil room boy dan kita akan dilayani bak seorang raja.

 

Namun saya memilih tinggal di homestay karena jalan-jalan saya sambil kerja, dan kerja saya sambil jalan-jalan.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here