“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. Al Alaq 96 : 1)
Ayat di atas bagaikan menyatakan: Bacalah wahyu-wahyu Ilahi yang sebentar lagi akan banyak kau terima dan baca juga alam dan masyarakatmu. Bacalah agar engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua itu tetapi dengan syarat hal tersebut engkau lakukan dengan atau demi nama Tuhan Yang selalu memelihara dan membimbingmu dan Yang mencipta semua makhluk kapan dan di mana pun. Demikian yang tertulis dalam Tafsir Al Mishbah halaman 454, karya M. Quraish Shihab.
Ketika ayat-ayat ini diturunkan, bukan saja di wilayah Hijaz yang merupakan wilayah kebodohan saja yang memiliki segelintir orang yang bisa menghargai pena, tapi di belahan dunia lain yang dianggap beradab di masa itu pun sedikit sekali memberikan penghargaan kepada ‘pena’. Maka hari ini kita mengetahui, landasan dari segala kebudayaan dan peradaban, pelbagai jenis pengetahuan dan kemajuan manusia di bidang-bidang yang berbeda ternyata tergantung pada eksistensi ‘pena’. (Tafsir Nurul Quran XX halaman 185)
Jika kita melihat kata budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya berarti pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Sedangkan membaca, berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati); mengeja atau melafalkan apa yang tertulis; mengetahui; meramalkan; memperhitungkan; memahami.
Berbicara tentang membaca, maka kita pun tidak terlepas dari buku. Buku adalah jendela dunia. Ia merupakan pusaka kemanusiaan yang membuat peradaban berlangsung hingga hari ini. Perpustakaan memiliki peranan yang signifikan untuk mendukung gemar membaca dan meningkatkan literasi informasi, juga untuk mengembangkan siswa supaya dapat belajar secara independen. Salah satu hasil penelitian literasi di tingkat internasional menyimpulkan dalam suatu kalimat: Menemukan cara untuk mengajak siswa membaca merupakan suatu jalan yang sangat efektif untuk perubahan sosial.
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana peran perpustakaan membangun budaya baca ? Perpustakaan bukan sekedar menyediakan buku atau ruang baca, melainkan juga membangun pemikiran, perilaku, dan budaya dari generasi yang tidak suka membaca menjadi generasi yang suka membaca. Dengan harapan akan muncul kreatifitas dan transfer pengetahuan dapat berlangsung dan berkembang.
Sejatinya untuk mengatasi masalah minat baca dan lebih lanjut ke masalah literasi informasi dapat digunakan tiga macam strategi, yaitu strategi kekuasaan (power strategy), strategi persuasif (persuasive strategy), dan strategi normatif-reedukatif (normative-reeducative strategy), (Rachmat Natadjumena, 2006)
Strategi kekuasaan hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. Misalnya dengan mengeluarkan PP, Kepres, sampai Perda tentang peningkatan minat baca. Perpustakaan sudah memiliki landasan legislatif dengan disahkannya Undang-undang nomor 43 tahun 2007.
Strategi persuasif menggunakan media massa memiliki peranan yang besar. Karena pada umumnya strategi ini dijalankan melalui pembentukan opini publik dan pandangan masyarakat yang tidak lain melalui media massa (buku, koran, TV, dan internet).
Strategi normatif-reedukatif diterapkan untuk menanamkan dan mengganti paradigma berpikir masyarakat yang lama dengan yang baru. Dan lembaga yang paling tepat untuk hal ini adalah lembaga pendidikan.
Ada tiga pilar utama dalam pendidikan di sekolah :
- Kepala sekolah
- Guru
- Orang tua
Peran pustakawan adalah ikut aktif dalam mengisi tujuan dan misi sekolah termasuk prosedur evaluasi. Bersama Kepala sekolah dan guru pustakawan terlibat dalam pengembangan perencanaan dan implementasi kurikulum.
Perpustakaan sekolah adalah sebuah jasa yang ditujukan kepada semua anggota komunitas sekolah : peserta didik, guru, staf, komite sekolah, dan orang tua murid. Semua kelompok tersebut memerlukan keterampilan komunikasi dan kerjasama secara khusus. Alangkah menyenangkan jika seluruh bagian atau warga sekolah dapat memaksimalkan peran perpustakaan. Guru dan orang tua dapat mengetahui informasi atau mendapat informasi tambahan tentang putera puterinya dari pustakawan. Buku apa saja yang dipinjam dari perpustakaan, jenis bacaan, setidaknya mereka tahu kemana kecenderungan hobi membacanya. Terlepas dari mereka yang mendapat tugas dari guru, atau bahkan mungkin dapat mengetahui apa cita-cita mereka.
Bagaimana agar perpustakaan dirindukan oleh warga sekolah? Salah satu faktornya adalah sarana yang baik dan memadai serta menunjang. Contohnya dengan diadakan ruang referensi, ruang bercerita, ruang komputer, ruang kelas, ruang santai, ruang produksi, dan ruang pengolahan pustaka.
Perpustakaan yang baik adalah yang dapat menyediakan buku-buku atau koleksi yang berdasarkan kebutuhan. Pengadaannya bisa dilakukan dengan cara :
- Pembelian baik secara langsung di toko buku, pameran, atau kepada penerbit
- Tukar menukar antara perpustakaan satu dengan perpustakaan lain yang memiliki koleksi buku melampaui kebutuhannya dengan cara menawarkan penukaran kepada perpustakaan lain untuk judul yang belum dimilikinya
- Hadiah / sumbangan baik dari perorangan maupun dari instansi
- Fotocopy untuk buku-buku yang sudah tidak diterbitkan lagi
- Kliping
- Publikasi
Program dan kegiatan perpustakaan bisa beraneka ragam. dengan beragamnya kegiatan akan lebih memaksimalkan fungsi perpustakaan sekolah tersebut. Adapun jenis program dan kegiatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
- Klub Buku / Komunitas Baca
- Storytelling / Mendongeng
- Lomba Resensi buku
- Pameran buku
- Membuat terbitan berisi informasi mengenai jam buka, jasa, dan koleksi perpustakaan sekolah
- Mempersiapkan dan menyebarluaskan bermacam daftar sumber informasi dan pamflet yang berkaitan dengan kurikulum dan berbagai topik lintas kurikulum
- Memberikan informasi tentang perpustakaan pada pertemuan murid baru dan orangtua mereka
- Membentuk semacam kelompok sahabat perpustakaan bagi orangtua murid dan lainnya
- Membuat rambu, tanda, serta marka yang efektif di dalam dan di luar perpustakaan.
Perpustakaan sekolah dengan semua program yang dibuatnya mendukung pendidikan di sekolah sehingga siswa memiliki nilai pengetahuan lebih. Guru dan pustakawan harus jadi teladan yang baik dalam hal kegemaran membaca. Tidak hanya untuk mendapat nilai terbaik di Ujian Nasional, lebih dari itu, dengan semakin bertambahnya ilmu, siswa semakin baik akhlaknya, semakin sopan dan tinggi budi pekertinya.***LJ***